Media Sosial

Selasa, 30 April 2013

Alangkah Lucunya Negeri Ini



Menonton film merupakan salah satu alternatif yang bisa dilakukan manakala kita sedang sedikit senggang tidak ada sesuatu yang akan dikerjakan atau sekedar ingin menikmati hiburan. Menonton film bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja serta dengan siapa saja. Sejatinya kita bisa memilih film yang kita sukai, sesuaikan dengan mood kita dan jenis film yang disukai.
Belakangan ini mulai bermunculan film-film nasional yang berkualitas dengan berbagai genre yang disukai. Bangkitnya perfilman nasional seharusnya kita dukung sepenuhnya untuk bisa bisa menjadi raja di negerinya sendiri. Banyak masyarakat yang dengan semangat membuat wadah sebagai tempat berkumpulnya orang-orang yang menyukai dan mensupport perfilman nasional. Di Semarang sendiri terdapat Komunitas Pecinta Film Indonesia (Kofindo) yang setiap hari kamis selalu mengajak masyarakat terutama warga Kota Semarang untuk ikut mendukung film Indonesia dengan menontonnya di Bioskop.
Alangkah lucunya negeri ini, film besutan Deddy Mizwar yang memadukan sembilan nama peraih piala citra yang beradu akting yang mencoba mengangkat potret nyata yang ada dalam kehidupan Bangsa Indonesia. Film yang dimulai dengan usaha Muluk kesana-kemari mencoba untuk melamar pekerjaan namun selalu menemui kegagalan. Sampai pada saat dia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana ada kejahatan yang terjadi di depannya. Pencopetan, dan yang lebih tragis adalah pelakunya anak-anak dibawah umur yang sepantasnya sedang mengejam pendidikan dan itu dilakukan secara berkelompok.
Sampai pada akhirnya Muluk mendapatkan ide untuk mengangkat potensi anak-anak pencopet yang bisa dia karyakan dengan sebaik-baiknya dan halal. Dia menyarankan hasil copet mereka untuk dia kelola dengan ditabung di bank yang nantinya bisa digunakan sewaktu-waktu dengan imbalan 10%. Tidak sampai disana saja, Bang Muluk bersama kawannya mencoba memberikan bekal pendidikan seadanya dengan secara perlahan mengubah maindset mereka dari seorang pencopet menjadi pengusaha. Memang awaknya tidak mudah untuk mengubah kebiasaan yang sudah melenceng namun berkat semangat dan kerja kerasnya perlahan-lahan semua itu bisa diatasi.


Usaha mulianya itu kandas ditengah jalan manakala orang tua mereka tahu dengan gamblang kalau selama ini mereka dihidupi dengan uang haram (hasil bayaran pencopet). Orang tua mereka yang notabene orang beragama sangat malu dan hancur ternyata didikannya selama ini dianggap tidak berhasil. Hal tersebut pula yang membuat bang Muluk beserta kawan-kawannya untuk menyudahi apa yang sudah mereka berikan dan abdikan untuk anak-anak pencopet ini.
Hal yang membuat saya cukup teriris hati ini adalah saat lagu-lagu kenegaraan dinyanyikan. Rasanya sangat menyayat dan mendalam. Entah kapan terakhir kali saya benar-benar menyanyikan lagu tersebut. Ada rasa bangga juga sekalipun itu hanya sebuah film namun sisi nasionalisnya tetap ditonjolkan dengan sangat natural. Sekalipun bukan film yang sangat bagus sekali namun cukup bagus buat kita yang mau tau bahwa alangkah tidak lucunya negeri ini.

Salam,

AHMAD NURUS SIROT

Sabtu, 06 April 2013

Pedasnya Bakso Mercon "Pandhowo"



Pernah mendengar atau membaca bahkan mencoba bakso mercon? Bagi para pecinta kuliner agaknya kebangetan kalau sampai belum pernah mencicipi atau paling tidak mendengarnya. Di kota Semarang sendiri sudah terdapat beberapa kedai yang menyajikan bakso mercon sebagai menu andalannya. Salah satunya adalah Bakso Pandhowo.
Bakso Pandhowo yang berlokasi di jalan Medoho Raya No 74 Semarang merupakan awal mula saya mengenal bakso mercon di Semarang. Menambahkan imbuhan kata mercon cukup membuat rasa penasaran saya untuk mencicipinya. Kata "mercon" mengingatkan saya akan salah satu masakan enak, oseng-oseng mercon yang terkenal pedasnya. Dan saya sudah menduga bahwa rasa dari baksonya kurang lebih sama, sama pedasnya.
Sedikit urusan di kawasan Sampangan Semarang membawa saya kepada anak cabang dari Bakso Pandhowo ini. Ekspetasi saya akan rasa bakso seperti di kantor pusatnya nyatanya mampu menggiring saya untuk memutuskan memilih makan siang disini. Kalau diperhatikan dengan seksama, anak cabang yang berlokasi di jalan Menoreh Raya No 72 Semarang ini secara teknis dan penyajiaannya tak jauh berbeda dengan yang di pusatnya.

Dengan menggunakan "embel-embel" Bakso Mercon sudah dipastikan bahwa menu andalannya adalah bakso mercon itu sendiri. Namun bagi yang kurang menyukai pedas-pedasan juga disediakan menu-menu standar yang juga sudah lazim ada dalam usaha semacam ini, seperti mie ayam, bakso telur, bakso urat atau kombinasinya. Selain itu juga disediakan menu pelengkap seperti ceker ayam, lontong juga aneka kerupuk. Untuk harga sendiri berkisar Rp 9.000,- sampai dengan Rp 12.000,-.
Bakso mercon yang memang sangat identik dengan rasa pedasnya, untuk itu pemilik menghadirkan banyak aneka macam seduhan seperti teh (baik gelas biasa atau dalam kemasan) juga aneka jus sesuai dengan selera. Disetiap meja sudah disediakan teko berisi air putih yang bisa dimanfaatkan kalau misal minuman kita kurang, dan ini tanpa bayar alias free.
Berminat mencoba? Silahkan datang langsung kesana dan nikmati sensasi pedas yang ditawarkannya. Tidak disarankan bagi orang dengan pantangan masakan pedas.

Salam,

AHMAD NURUS SIROT