Media Sosial

Selasa, 08 April 2014

Saya Anti Golput



Pemilu 2014 bakalan menjadi pemilu kedua semenjak resmi masuk dalam daftar pemilih tetap dari negara. Karena proses dan sistematikanya yang pasti sama jadi pemilu 2014 tidak bakal menjadi euforia seperti saat menjadi pemilih pemula di tahun 2009 silam. Pemilu masih akan terbagi atas dua tahapan. Pemilu untuk Dewan Perwakilan Rakyat buat kota, provinsi maupun pusat serta pemilu untuk memilih orang nomor satu di tanah Indonesia yang sepertinya bakal terjadi dua putaran.
Pemilihan Umum (Pemilu) sebenarnya sudah diajarkan saat memasuki masa Sekolah Menengah Pertama. Kita diajarkan untuk 'LUBER JURDIL' kala ada pemilihan ketua OSIS dan ajaran tersebut akan berlanjut ditingkatan selanjutnya. Dan seharusnya apa yang sudah diajarkan sedari ini tersebut mampu membuat para pemilih tetap untuk jauh dai yang namanya 'Golput'.
Golput adalah fenomena penyakit yang harus dibasmi. Memilih Golput dengan tidak menggunakan hak pilihnya merupakan hal salah, setidaknya itu menurut saya. Golput acapkali dijadikan tameng untuk menggerogoti pesta demokrasi secara kasat mata. Namun sikap Golput juga kembali ke masing-masing pihak. Sebagai warga negara yang baik seharusnya memanfaatkan momentum ini untuk ikut andil membentuk bangsa ini dengan sebaik-baiknya.
Persoalan tidak mengenl calon legislatif atau biasanya setelah terpilih mereka bak "Kacang Lupa Kulitnya" harus dibuang jauh-jauh. Kita hidup di jaman modern, informasi serba ada, tinggal kita mengulik dan mengeksekusi para calon tersebut sesuai data dan rekam jejak mereka di ranah politik. Dan saya memilih anti Golput karena saya ingin melihat dan merasakan negara saya berubah lebih baik. Saya masih ingin mengawasi kinerja para calon tersebut dan yang terpenting saya masih ingin memberi mereka pandangan, pendapat, kesan dan harapan agar membawa negara ini lebih baik walau hanya lewat tulisan.

Salam Blogger

99 Cahaya di Langit Eropa



Film yang diangkat dari novel best seller dengan judul yang sama karangan Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra ini memang film alternatif yang harus ditonton. Saat film nasional kita digembur dengan berbagai kisah cinta dan hantu, 99 Cahaya mampu memberi warna tersendiri dan menarik pecinta film Indonesia.
Film ini merupakan sebuah catatan perjalanan Hanum selama menemani suaminya menyelesaikan pendidikannya di Eropa. Pertemuannya dengan seorang muslim Austria, Fatma menjadi tonggak sejarah perjalanan yang sesungguhnya. Perjalanan yang membukakan mata bahwa dulunya Eropa dan Islam adalah pasangan serasi. Eropa yang kini maju dan modern tidak luput dari Islam yang membentuknya.
Eropa bukanlah sekedar Menara Eiffel, Tembok Berlin, Konser Mozart, Stadion Sepakbola San Sire, Colloseum Roma atau Gondolla-Gondolla di Venezia. Eropa menyimpan sejuta misteri tentang Islam. Eropa adalah pantulan cahaya kebesaran Islam. Eropa menyimpan harta karun sejarah Islam yang luar biasa berharganya.
Isi dalam novel tersebut memang tidak mungkin akan tersaji penuh dalam sebuah film yang hanya empat jam yang terbagi atas dua kali penayangan. Banyak cerita-cerita yang sesungguhnya sangat menginspirasi, mendidik yang bisa disuguhkan namun terpaksa ditiadakan. Pun dengan alur cerita di film yang terdapat perbedaan dengan cerita di novel. Namun paling tidak kita bisa melihat Museum Louvre, Pantheon, Gereja Notre Dame, Les Invalidas, Mezquita, Istana Al Hambra, Hagia Sophia secara nyata yang sukar kita bayangkan dalam angan-angan kita.

Salam Blogger