Media Sosial

Jumat, 30 Juni 2017

RAMADAN 2017 (BAGIAN TIGA) : INSTROPEKSI


Lebaran telah berlalu, jalanan pun mulai ramai lagi dengan aktivitas balik ke tempat mencari nafkah. Beberapa kali muter-muter jalanan utama Kota Semarang, arus balik tidak nampak membuat macet jalanan. Terpantau beberapa titik seperti tol dan arah perbatasan kota yang mengalami jalanan tersendat, namun tidak mengurangi keasyikan menikmati Semarang dari jalanan.
Sedikit menengok kebelakang, Ramadan tahun ini memang cukup banyak memberi kesan. Ramadan kali ini memberi perubahan terhadap sikap dan perbuatan yang lebih baik. Sebulan penuh menjalani puasa bersama keluarga terasa berbeda. Terasa intim dan kekeluargaan yang berasa dan menyenangkan. Ini rasanya puasa terindah yang pernah saya rasakan. Bisa menjalankan sahur dan berbuka puasa bersama keluarga sebulan penuh, menjalankan ibadah sunah maupun wajib di mushala bersama, berbagi ide menu sahur dan berbuka, bersama-sama menyiapkan sahur dan buka adalah gambaran yang tidak pernah saya dapatkan selepas masa SMA.
Lebih dekat dengan Sang Pencipta adalah kebahagiaan tersendiri bagi saya. Sebagai manusia biasa tidaklah munafik saya memiliki saat-saat tersendiri merasa jauh dari Tuhan, dan selama puasa ini berusaha menjadi pribadi yang baik untuk diri sendiri  dengan menjalankan apa yang menjadi tanggung jawab sebagai hamba-Nya. Tidak bisa dipungkiri bahwa selama puasa godaan bukan semata menahan haus dan lapar namun juga harus menjaga hati. Menjaga dari hal-hal yang sifatnya pribadi dan sensitif. Berusaha sebaik mungkin agar hati ini tetap tenang dan positif terhadap cobaan yang melanda selama puasa.
Dan akhirnya apa yang sudah saya kerjakan selama puasa kemarin, harusnya bisa saya pertahankan bahkan tingkatkkan demi diri saya sendiri. Semoga tetap istiqomah terhadap apa yang saya kerjakan dan jalankan. Sekiranya itu baik, semoga Sang Pencipta selalu memberi berkah dan melancarkannya. Aamiin.

Salam

Sabtu, 24 Juni 2017

RAMADAN 2017 (BAGIAN DUA)


Takbir menggema mengikuti tulisan ini di malam menjelang tidur. Tidak terasa besok umat Muslim di seluruh bakal menyambut Hari Raya Idul Fitri setelah sebulan berpuasa menahan segalanya. Banyak cerita yang mengikuti selama puasa tahun ini, tentunya ini menjadikan sebuah pembelajaran tersendiri bagi saya. Tahun ini sangat tidaklah mudah untuk melalui semua termasuk puasa. Hati yang belum tertata dengan baik sangat mempengaruhi suasana sebulanan kemarin. Namun dengan niat yang baik, semua mampu saya taklukkan setiap tantangannya.
Bekerja di sebuah industri bukan hal yang mudah, harus gesit dan tahan tekanan, terlebih di bulan puasa yang tak jarang terik matahari menciumi seluruh badan kita. Saya pribadi merasakan intensitas dan tekanan puasa kali ini terasa sangat besar dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sebelum memasuki puasa bahkan saya sempat berfikir mampukah saya menjalani puasa tahun ini?. Walau karyawan dikantor mayoritas non muslim namun mereka sangat toleran, bahkan berkali-kali saya mendapatkan permintaan maaf karena mereka makan bahkan ngemil kala saya lewat. Bersyukur saya bisa menjawab kekhawatiran saya diawal dengan tekad dan semngat yang bulat akan kewajiban saya itu.
Banyak yang tidak tahu bahwa saya kurang begitu suka dengan keramaian, bahkan saya tidak nyaman. Saya suka melakukan atau menikmatinya sendirian. Mungkin itu lah yang saya rasakan puasa kali ini. Tidak banyak yang saya kerjakan di luar rumah kala saya senggang, apalagi di tempat keramaian. Saya sadar itu menjadi sebuah nilai kurang buat saya namun sementara ini saya menikmatinya. Sendirian menjadikan saya titik pusat dan kendalinya. Kala bahagia, sakit, dan sedih cukup saya yang merasakannya tanpa melibatkan orang lain.
Tahun ini saya menghabiskan 99 % berbuka puasa bersama keluarga di rumah. Sebuah kebiasaan yang tidak pernah saya lakukan di tahun sebelum-sebelumnya. Saya memang ada anggaran untuk berbuka puasa di luar namun kebetulan tidak terpakai sampai takbir berkumandang malam ini. Kalau ditanya alasannya? saya tidak mempunyai alasan apapun untuk mengikuti orang-orang di luar sana yang sangat ramai dengan ngabuburitnya. Saya tidak mendapatkan semangat atau momen acara tersebut. Maka dari itu saya memilih menghabiskan waktu bersama keluarga.
Seminggu sebelum libur lebaran, jalanan kota Semarang diserang para pemudik yang mayoritas dari Jakarta. Sekilas saya mengamati mereka, betapa beruntungnya meraka memiliki kenangan seperti apa itu mudik, bagaimana rasanya dan kebersamaan yang terbangun diantara para pemudik satu dengan yang lainnya. Dalam tulisan saya sebelumnya, saya berkeinginan untuk memiliki pasangan dari luar Semarang. Salah satu alasanya adalah agar bisa merasakan yang namanya mudik. He He He He.
Mumpung masih dalam suasana Lebaran, Saya pribadi mengucapkan SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI. Saya menyadari bahwasanya saya adalah manusia biasa tempatnya salah. Banyak hal yang telah saya lakukan atau ucapkan yang sekiranya menyinggung dan menyakiti kalian, untuk itu buat Rekan kerja, Kolega, Teman dan semuanya, sekiranya  dimaafkan semuanya.

ALLAHU AKBAR...
ALLAHU AKBAR...

ALLAHU AKBAR...

SALAM