Media Sosial

Minggu, 12 November 2017

REVIEW FILM : WAGE (2017)


Bulan ini merupakan bulannya para Pahlawan Indonesia, tepat pada tanggal 10 November kemarin hari itu dirayakan hampir seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Banyak yang mengadakan upacara bendera, mengheningkan cipta di jalan raya selama 60 detik, serta memasang bendera merah putih di depan rumah. Sineas Indonesia dan pelaku usaha pun turut memperingati hari tersebut dengan merilis film bertema kepahlawanan Indonesia di bioskop. Wage, yang merupakan nama panggilan Bapak W.R. Soepratman telah hadir dalam bentuk audio visual di seluruh bioskop Indonesia. Ya walaupun lebih tepatnya film ini sudah dirilis tepat Hari Sumpah Pemuda pada 28 Oktober lalu, mengingat beliau merupakan salah satu bagian penting dalamsejarah tersebut. 


Tayang pada tanggal 09 November 2017 di Bioskop Semarang, Film Wage ini kurang mendapat peminat dari kalangan penikmat film. Tercatat hari pertama tidak begitu banyak orang yang memenuhi teater 4 XXI Mall Ciputra. Bahkan di hari kedua, film ini turun di teater terkecil dari bioskop 5 teater yang disediakan pihak pengelola bioskop. Saya berkesempatan menonton di hari kedua tersebut dan hanya 21 penonton yang menikmatinya. Sisanya adalah bangku kosong tak berpenghuni. Dilihat dari situs web XXI, Film Wage di hari ketiga dan keempat di XXI Mall Ciputra sudah berkurang jam tayang menjadi 3 kali tayang dari 4 kali. Sepertinya film ini tidak akan tayang lebih dari seminggu.
Apa yang membuat film ini kurang begitu diminati? saya juga kurang tau. Entah apakah karena penikmat film dibioskop yang didominasi anak muda dari generasi milenial yang lebih suka film bergenre drama, percintaan atau tokoh super hero sehingga film bertokoh pahlawan Indonesia lesu dipasaran. Padahal film Wage ini memberi pesan yang banyak sekali. Selain itu, kisah dan pengetahuan yang kita dapat selagi di bangku sekolah hanyalah secuil dan dengan film ini kita diberi gambaran dan pengetahuan lebih dari sosok seorang Wage Rudolf Soepratman.

Sumber : Google

Film Wage menceritakan sosok W.R. Soepratman semasa hidupnya. Lahir sebagai kaum pribumi yang tidak mau ikutan semua hal tentang kompeni walaupun harus dibayar mahal dengan siksaan dari ayahnya. Selepas ditinggal ibu nya, beliau ikut kakaknya yang menikah dengan kompeni dan tinggal di Makassar. Dari kakak iparnya ia belajar biola hingga ia sangat mahir dan tergabung dalam sebuah band besutan kakak iparnya bernama Black and White. Setiap malam ia selalu menghibur para kompeni dan pribumi terpandang di sebuah kafe, namun kesenangan dunia tidak membahagiakannya. Hingga ia tergabung dalam sebuah kelompok masyarakat pribumi yang menginginkan kemerdekaan atas penjajah Hindia Belanda.
Di Tanah Jawa, perjuangan sesungguhnya Wage di uji. Berbagai hadangan dan perlawanan dari pemerintah tidak menggetarkan langkahnya dalam menciptakan lagu kemerdekaan. Lagu yang kala itu akan digadang-gadang sebagai lagu penyemangat masyarakat dalam melawan penjajahan. Walau pada awalnya beliau hanya diperbolehkan memainkan musiknya saja namun masyarakat Indonesia sangat menghormati karya abadinya dan memang lagu tersebut mampu menyulut semangat juang masyarakat merebut kemerdekaan. Namun sayang, Pemerintah Hindia Belanda tidak tinggal diam, beliau selalu diburu dimanapun ia berada bahkan telah ditetapkan sebagai buronan. Malang memang nasipnya, kala sedang melakukan siaran langsung terhadap lagu barunya, ia malah ditangkap dan dipenjara. Namun sekalipun mereka menangkap raga nya namun tidak dengan jiwa dan perjuangannya. Wage pun dilepaskan mengingat kesehatan dia yang parah dan masa penahannya yang habis. 10 hari setelah keluar dari penjara, ia menghembuskan nafas terakhir tanpa bisa melihat Indonesia merdeka dan berkesempatan menyayikan lagu Indonesia Raya.

Sumber : Google

Dari film ini dapat kita petik banyak pengetahuan yang selama ini tidak kita ketahui. Diantaranya adalah selain beliau seorang komposer handal, dulu ia juga seorang jurnalis yang vokal terhadap penjajahan. Di film ini kita juga akan didengarkan Lagu Indonesia versi aslinya yaitu 3 stanza, selain itu juga lagu-lagu ciptaan beliau yang lainnya dimasukkan dalam film. Dan lagi, pengambilan gambar yang mayoritas di Kota Semarang (Kota Lama) menjadi alasan tambahan buat menonton film ini kalau kalian warga Semarang. Masih mau melewatkan film bagus ini?

Salam 

Senin, 06 November 2017

GEBYAR SEJUTA BUKU SEMARANG 2017



Masih berada di lokasi yang sama dengan sebelum-sebelumnya, pameran buku kali ini mengambil tema Garuda Di Dadaku. Baliho besar dengan gambar garuda pun terpampang nyata di depan pintu mask pameran ini. Entah apa maksud dan tujuan diambilnya tema ini karena buat saya ini merupakan surga yang hanya setahun dua kali bisa menikmati buku-buku dari banyak penerbit berkelas nasional. Ya paling tidak sepulang dari sini harus bawalah minimal satu buku. Selain buat menambah koleksi buku juga sebagai nutrisi otak agar menjadi penyeimbang yang akhir-akhir ini dipenuhi pikiran-pikiran kotor.



Gebyar sejuta buku Semarang 2017 ini berlangsung dari tanggal 01 - 07 November 2017 di Gedung Wanita Semarang, Jalan Sriwijaya No 29, Tegalsari, Candisari, Semarang. Konsep dan tata letak pameran masih sama seperti pameran buku sebelumnya, tidak ada variasi yang membuat pembeda dan menarik pembaca buku lainnya. Di luar gedung pun masih tersedia panggung untuk acara entertainment dan lomba-lomba seperti yang sudah-sudah. Yang cukup menggembirakan adalah hadirnya seni patung yang terbuat dari besi yang apik serta hadirnya aneka kreasi dan kerajinan dari teman-teman difabel di area stand depan. Selebihnya tidak ada yang menarik selain harga buku yang murah mulai Rp 5.000,- dan masih ditambah diskon yang melimpah pula.



Sempat terdengar celetukan mbak-mbak disamping saya bahwa pameran kali ini tidak meriah sebelumnya di bulan April lalu. Dan sebagai salah satu diantara ratusan pengunjung yang hadir saya cukup mengiyakan saja. Entah apa karena ini hari-hari terakhir atau memang puncak pengunjung yang hanya di kala weekend saja. Yang jelas dibutuhkan kreasi dan inovasi lagi untuk menarik penikmat buku lainnya supaya bisa berpartisipasi dan mensukseskan event besar di kota lumpia ini.

Salam