Minggu, September 03, 2023
0

 


Rangkaian wisata sejarah di Yogyakarta saya tutup dengan mengunjungi Diorama Arsip Jogja yang berada di Gedung Depo Arsip DPAD DIY, Jalan Wonocatur, Banguntapan, Bantul, DIY dekat dengan JEC (Jogja Expo Center). Kenapa saya memilih menutup perjalanan disana? Karena ini masih berkaitan dengan Sejarah Kemerdekaan Indonesia khusunya di Yogyakarta ditambah sejarah Provinsi Yogyakarta itu sendiri. Selain itu, media yang dipamerkan disana sudah lebih canggih dengan teknologi yang ditampilkan serta beberapa literatur sejarah asli yang sudah di digitalisasi dan disetujui oleh Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualam.




Diorama Arsip Jogja dibuka setiap Selasa - Minggu pukul 09:00 - 14:20 wib (senin tutup) dengan harga tiket Rp 20.000,- untuk pelajar dan Rp 30.000,- untuk umum. Tiket masuk sementara hanya bisa di pesan secara online dan setelah mengisi data pribadi, email, nomer telepon, tanggal dan jam kunjungan maka akan mendapat email dari mereka mengenai pemesanan tiketnya yang berisi informasi nomer tiket, waktu penggunaan dan passcode. Link bisa di unduh dan ditunjukkan ketika waktu berkunjung tiba, pembayaran secara tunai disana langsung.



Informasikan kedatangan kita untuk ke Diorama ke satpam yang bertugas dengan menunjukkan tiket pemesanan yang sudah kita cetak, nantinya akan diarahkan ke tempat registrasi ulang dan pembayaran. Nantinya kita akan mendapat ID Card Pengunjung dan dipakai selama tour berlangsung. Tour akan dipandu petugas berpengalaman selama 90 menit di 18 ruangan yang terbagi dalam 5 periode.













Periode Mataram (1587 - 755). Berawal dari wilayah kecil di hutan belantara perlahan-lahan mataram meluaskan wilayahnya, Panembahan Senopati menegaskan kekuasaan Mataram atas Jawa dan Sultan Agung menghantarkan Mataram pada puncak keemasannya. Setelah Sultan Agung wafat dan dimakamkan di Pajimatan Imogiri, kekuasaan Mataram perlahan-lahan menurun. Selama kurang lebih 100 tahun Mataram dilanda prahara silih berganti, prahara yang ditunggangi oleh kepentingan dagang dan politik VOC ini membuat Mataram terpecah-pecah. Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 mengakhiri konflik yang berkepanjangan di Jawa, menandai era baru dua kerajaan di Jawa yaitu Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kasunanan Surakarta. 








Periode Kasultanan (1755 - 1830). Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri untuk mempertahankan kedaulatan Jawa. pangeran Mangkubumi enggan tunduk pada perjanjian yang membuat kekuasaan kerajaan di Jawa semakin dibatasi. Perjanjian Giyanti adalah titik permulaan bagi Kasultanan Yogyakrta, pangeran Mangkubumi diakui kedudukannya Sultan Hamengku Buwono 1. Runtuhnya VOC dan meredupnya perdagangan rempah pada akhir abad ke 18 menandai era baru sejarah Yogyakarta, otoritas perusahaan dagang digantikan oleh pemerintahan militer. Konflik, pemberontakan, dan peperangan mewarnai sejarag Yogyakarta pada awal abad ke 19. Kewibawaan Keraton Yogyakarta terus terombang-ambing yang berpuncak pada Perang Jawa.









Periode Perubahan dan Pergerakan (1830 - 1942). Setelah Perang Jawa usai, relatif tidak banyak pergolakan besar di Tanah Jawa. Sistem tanam paksa diperkenalkan Pemerintah Hindia Belanda, teknologi industri dan pendidikan modern kemudian diperkenalkan ke Jawa. Sebagian kaum terdidik mulai menyuarakan kritiknya pada kolonialisme yang menempatkan pribumi sebagai masyarakat kelas rendah di hadapan Bangsa Asia lainnya. Para kaum terdidik inilah yang menjadi elite-elite lokal yang memperjuangkan kesetaraan dan Kemerdekaan bagi Bangsa Indosesia.








Periode Republik (1942 - 1998). Dua tahun Hamengku Buwono IX bertahta, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada militer Jepang. Sang Sultan muda yang pandai bernegoisasi mampu memanfaatkan kehadiran Jepang untuk membangun Selokan Mataram sekaligus melindungi rakyat dari kewajiban menjadi romusha. Ketika Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan, Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII dengan tegas menyatakan dukungannya kepada Pemerintah Republik. Tidak sekedar mendukung, mereka dengan tangan terbuka menjadi tuan rumah bagi Pemerintah Republik. Dukungan juga datang dari rakyat Yogyakarta yang turut menyumbangkan harta dan tenaga untuk mempertahankan kemendekaan.










Periode Reformasi (1998 - Sekarang). Yogyakarta sekali lagi menjadi simpul penting bagi Indonesia ketika Gerakan Reformasi 1998 terjadi. Kharisma Hamengku Buwono X menjaga Yogyakarta tetap aman melewati berbagai pergolakan dalam gerakan reformasi yang terjadi di Yogyakarta. Yogyakarta juga menjadi wilayah yang diperhatikan oleh dunia global ketika bencana gempa 2006 meluluhlantahkan sebagian wilyah Yogyakarta. 



Jangan lupa unduh aplikasi AR (Augmented reality) nya di website atau tiket masuknya sebelum memasuki Diorama untuk mendapat pengalaman berbeda di beberapa ruangan. Sementara baru tersedia di Smartphone Android saja.

0 comments:

Posting Komentar