Kamis, 24 Januari 2013
Tahun lalu wacana seputar penarikan pajak untuk usaha kecil menengah (UKM) sempat menjadi sorotan publik. Bagaimana tidak, penghasilan rata-rata UKM yang tidak menentu juga yang tidak seberapa harus pula membayar pajak. Tidak bisa dibayangkan berapa rupiah yang bisa dibelanjakan kembali untuk dagangan esok harinya. Belum lagi adanya pungutan atau retribusi dari oknum-oknum tertentu juga mengurangi sumber pendapatan mereka.
Melalui tulisan saya ini, saya hanya ingin meluruskan dan memberi sedikit pencerahan seputar pemungutan pajak ini. Para pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) tetap akan dipungut Pajak
Penghasilan (PPh) serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Namun tidak semua
pelaku UKM akan dikenai PPN dan pelaku UKM yang wajib membayar pajak
pun bakal dipermudah dalam proses penyetorannya. Pemotongan dari omzet diusulkan karena UKM selama ini tidak memiliki
pembukuan yang rinci soal belanja, penjualan, maupun pendapatan
bersihnya Oleh karena itu, untuk mempermudah, diusulkan pemotongan dari
omzet.
DJP (Direktorat Jenderal Pajak) berupaya agar Peraturan Pemerintah (PP) yang menjadi payung hukum
bagi kebijakan pajak tersebut tidak menyatakan pengenaan pajak untuk
UKM, melainkan pajak yang dikenakan berdasarkan hasil usaha di atas Rp
300 juta sampai dengan Rp 4,8 miliar. Artinya, pengusaha mikro seperti
penjual bakso, pedagang sayur dan pedagang asongan atau penjual keliling
lainnya tetap bebas pajak, sedangkan mereka yang beromzet lebih dari Rp
4,8 miliar dikenai pajak seperti pengusaha besar. Untuk usaha yang beromzet diatas Rp 300 juta sampai dengan Rp 4,8 miliar akan dikenai PPN 1 % dan PPh 1%.
Pemerintah berdalih, pemberlakukan pajak bagi UKM selain untuk peningkatkan pendapatan negara juga untuk memenuhi azaz keadilan yaitu
perlu ada kesetaraan pajak bagi seluruh wajib pajak. Meskipun
sebenarnya pemerintah sendiri selama ini juga masih belum mampu
memaksimalkan potensi pendapatan pajak dari sektor-sektor yang jelas
ada. Masalah korupsi dan pengelapan pajak yang seharusnya dapat
meningkatkan nilai tambah pendapatan negara, juga terkesan tidak serius
di tangani oleh pemerintah. Seolah-olah pemerintah lemah menghadapi
korporasi besar pengempalang pajak di negeri ini.
Untuk kota Semarang sendiri, Pemerintah Kota Semarang memastikan tidak akan menarik pajak usaha kecil
dan menengah (UKM) karena jenis pajak tersebut merupaan wewenang
pemerintah pusat. Sejumlah mata pajak daerah yang menjadi kewenangan Pemkot Semarang,
antara lain, pajak bumi dan bangunan (PBB) perkotaan, bea perolehan hak
atas tanah dan bangunan (BPHTB), pajak hotel, pajak restoran, pajak
hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak air
tanah, dan pajak sarang burung walet. Seluruh jenis pajak daerah tersebut diatur di dalam UU Nomor 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
AHMAD NURUS SIROT
0 comments:
Posting Komentar